Blog resmi MASJID BAITURRAHIIM Rt 04 Rw 04 Kel. Ledeng Kec. Cidadap Kota Bandung, blog ini merupakan sarana untuk berbagi informasi dan mempererat tali silaturahmi sesama muslim khususnya jamaah masjid Baiturrahim


Abu Hurairah Radhhiallahu 'anhu

Abu Hurairah Radhhiallahu 'anhu

Otaknya Menjadi Gudang Perbendaharaan Pada Masa Wahyu

Memang benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan…

Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka…….Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan …..Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni
Berbuat Baik Kepada Orang Tua

Berbuat Baik Kepada Orang Tua


  Buletin An-Naba edisi 57,58,59

Oleh Ustz. Yahya
Jalan yang hak dalam menggapai ridha Allah melalui orang tua adalah Birrul walidayn. Birrul walidayn (berbakti kepada kedua orang tua) adalah salah satu masalah yang yang harus difahami. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan kepada manusia untuk bertauhid kepada-Nya, Allah Ta’ala memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24 Allah berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا & وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah kamu beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan jangan lah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. (23) dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, 'Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.' (24)” (QS Al-Isrā' 17:23-24)
Al Hafidz Ibnu Katsir telah menerangkan ayat tersebut sebagai berikut, “Allah Ta’ala telah mewajibkan kepada semua manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja, tidak menyekutukan dengan yang lain. 'Qadla' di sini bermakna perintah sebagaimana yang dikatakan Imam Mujahid, wa qadla yakni washa (Allah berwasiat). Kemudian dilanjutkan dengan 'wabil waalidaini ihsana' hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya dalam keadaan lanjut usia, 'fa laa taqul lahuma uffin' maka janganlah berkata kepada keduanya ‘ah’ (‘cis’ atau yang lainnya). Janganlah memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk. 'Wa laa tanhar huma' dan janganlah kalian membenci keduanya. Ada juga yang mengatakan bahwa 'wa laa tanhar huma ai la tanfudz yadaka alaihima' maksudnya adalah janganlah kalian mengibaskan tangan kepada keduanya. Ketika Allah melarang perkataan perkataan dan perbuatan yang buruk, Allah juga memerintahkan untuk berbuat dan berkata yang baik. Seperti dalam firman Allah Ta’ala 'wa qul lahuma qaulan karima' dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yaitu perkataan yang lembut dan baik dengan penuh adab dan rasa hormat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan kasih sayang, hendaklah kalian bertawadlu’ kepada keduanya. Dan hendaklah kalian berdoa, 'Ya Allah sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi dan mendidikku di waktu kecil' pada waktu mereka berada di usia lanjut hingga keduanya wafat.” (Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40 Cet. I. Maktabah Daarus Salam, Riyad. Th. 1413H)
Perintah birrul walidayn juga tercantum dalam surat An-Nisā' ayat 36. Allah berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesugguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (An-Nisā' 4:36)
Dalam surat Al-'Ankabūt ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir kalau mengajak kepada kekafiran,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu. lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-'Ankabūt 29:8)
A.     Pengertian Berbuat Baik dan Durhaka
Menurut lughoh 'bahasa', Al-Ihsan berasal dari kata ahsana – yuhsinu – Ihsaanan. Sedangkan yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita wajib juga mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang.
Sedangkan uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu memotong kambing). Uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan mengatakan ‘ah’ atau ‘cis’, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci dan yang lainnya. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturahmi, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.
Berbakti Kepada orang tua merupakan sifat baarizah 'yang menonjol' dari para Nabi. Dalam surat Maryam ayat 30-34, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Isa bin Maryam adalah anak yang berbakti kepada Ibunya,
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا & وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا & وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا & وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا & ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ
“Berkata Isa: 'Sesungguhnya aku ini hamba Allah, yang memberi Al-Kitab (Injil), Dia menjadikan aku seorang nabi. (30) Dan Dia menjadikan akuseorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) sholat dan (menunaikan) zakat selamaaku hidup. (31) Dan Allah memerintahkan aku berbakti kepada ibuku dan tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (32) Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari dibangkitkan kembali. (33) Itulah Isa putra Maryam, mengatakan perkataan yang benar dan mereka berbantahan tentang kebenarannya.' (34)” (QS Maryam ayat 19:30-34)
Kemudian Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 40-41,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ & رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
Wahai Rabb-ku jadikanlah aku dan anak cucuku, orang yang tetap mendirikan shalat, wahai Rabb-ku perkenankanlah doaku. (40) Wahai Rabb kami, berikanlah ampunan untukku dan kedua orang tuaku. Dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab. (41)” (QS Ibrāhīm 14:40-41)
Lihat juga dalam surat Asy-Syu’arā’ ayat 83-87,
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ & وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآَخِرِينَ & وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ & وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ & وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ
“(Ibrahim berdoa) 'Ya Rabb-ku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukanlah aku kedalam golongan orang-orang yang shalih, (83) Dan jadikanlah aku tutur kata yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, (84) Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, (85) Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, (86) Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (87)'” (Asy-Syu’arā’ 26:83-87)
Demikian juga Nabi Nuh u mengatakan hal yang sama dalam surat Nuh dan Nabi Ismail u. Juga Nabi Yahya u dalam surat Maryam ayat 12-15,
“Wahai Yahya! Ambillah Al Kitab dengan sungguh-sungguh, Kami berikan kepadanya hikmah, ketika masih kanak-kanak, (12) Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan ia adalah orang-orang yang bersih dari dosa dan termasuk orang yang bertakwa. (13) Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, bukanlah ia termasuk orang-orang yang sombong lagi durhaka, (14) Kesejahteraan semoga atas dirinya, pada hari ia dilahirkan, pada hari ia diwafatkan, dan pada hari ia dibangkitkan. (15)”
Kemudian dalam An Nahl ayat 19 tentang Nabi Sulaiman u,
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, 'Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugrahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengajarkan amal shalih yang Engkau ridlai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.'”
Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa bakti kepada orang tua merupakan sifat yang menonjol bagi para nabi. Semua nabi berbakti kepada kedua orang tua mereka. Dan ini menunjukan bahwa berbakti kepada orang tua adalah syariat yang umum. Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah U ke muka bumi selain diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada Allah, mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam perbuatan syirik, juga diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada orang tuanya.
Bila diperintahkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua seperti yang tercantum dalam surat An-Nisa, surat Al-Isra, dan surat-surat yang lainya, menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah masalah kedua setelah mentauhidkan Allah U. Kalau selama ini yang dikaji adalah masalah tauhid, masalah aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, aqidah salaf, untuk selanjutnya wajib pula bagi setiap muslim dan muslimah untuk mengkaji masalah berbakti kepada kedua orang tua. Tidak boleh terjadi pada seorang yang bertauhid kepada Allah tetapi ia durhaka kepada kedua orang tuanya, wal iyadzubillah nas-alullahu salamah wal afiyah. Bagi seorang muslim terutama bagi seorang thalibul ‘ilm 'penuntut ilmu', wajib baginya berbakti kepada orang tuanya.
B.     Keutamaan Berbakti kepada Kedua Orang Tua dan Pahalanya
Pertama: Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dalam termasuk dalam amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi r yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dari sahabat Abu Abdirrahman Abdulah bin Mas’ud t,
“Aku bertanya kepada Nabi r tentang amal-amal paling utama dan dicintai Allah? Nabi r menjawab, ‘pertama Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat diawal waktunya), kedua berbakti kepada kedua dua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah’.” (HR Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9)
Dengan demikian jika ingin berbuat kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di antaranya adalah birrul walidayn (berbakti kepada orang tua).
Kedua: Bahwa ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari Sahabat dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan Rasulullah r bersabda, “Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [2], Ibnu Hibban [2026-Mawarid], Tirmidzi [1900], Hakim [4/151-152])
Ketiga: Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shalih tersebut. Dengan dasar hadis Nabi r dari Ibnu Umar,
Rasulullah r bersabda, ”Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka bertehduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua sebagian mereka berkata kepada yang lain, ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawasul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan berikan kepada siapapun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah.’ Maka batu yang menutup pintu gua itu pun bergeser.” (HR Bukhari, Fathul baari 4/449 no. 2272, Muslim 2473/100 Bab “Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wattawasul bi Shalihil A’mal”)
Ini menunjukan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan dapat digunakan untuk bertawasul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, insya Allah dengannya kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tua.
Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka perbuatan ‘Si Anak’ yang ‘bergadang’ untuk memerah susu tersebut belum sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.
Ini juga menunjukan bahwa kebutuhan kedua orang tua harus di dahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagai mana diriwayatkan oleh abdulah bin umar ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khatab) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah r dan Rasulullah menjawab, “Ceraikan istrimu!” (HR Abu Dawud No. 5138, Tirmidzi No. 1189 beliau berkata, “Hadits hasan shahih”)
Keempat: Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur, sebagai mana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dari sahabat Anas t bahwa Nabi r bersabda,
Barang siapa yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR Bukhari 7/7, Muslim 2557, Abu Dawud 1693)
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insyaAllah akan dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya.
Kelima: Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua, yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah I. Dosa-dosa yang Allah segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka.
C.     Wasiat Berbuat Baik kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut
Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan tentang ruginya seseorang yang tidak berbakti kepada kedua orang tua pada waktu orang tua masih disisi kita. Salah satunya adalah: Dari Abu Hurairah, dari Nabi r beliau bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga.” (HR Muslim 2551, Ahmad 2:254,346)
Pada umumnya seorang anak merasa berat dan malas memberi nafkah dan mengurusi kedua orang tuanya yang telah berusia lanjut. Namun Rasulullah r menjelaskan bahwa keberadaan kedua orang tua yang berusia lanjut itu adalah kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah, dimudahkan rizki dan jembatan emas menuju surga. Karena itu sungguh rugi jika seorang anak menyia-nyiakan kesempatan yang paling berharga ini dengan mengabaikan hak-hak orang tuanya dan dengan sebab itu dia tidak masuk surga.
D.     Bentuk dan Akibat Durhaka kepada Kedua Orang Tua
Di antara bentuk durhaka (uquq) adalah:
1)       Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan (ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati
2)      Berkata ‘ah dan tidak memenuhi panggilan orang tua
3)      Membentak atau menghardik orang tua
4)     Bakhil, tidak mengurusi orang tuanya bahkan lebih mempentingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkahpun, maka dilakukannya dengan penuh perhitungan.
5)      Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, kolot, dan lain-lain.
6)     Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi jika ‘Si Ibu’ melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa dan karena itu anak harus berterima kasih.
7)      Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8)     Memasukan kemurkaan kedalam rumah, misalnya alat musik, mengisap Rokok, dll.
9)     Mendahului taat kepada istri dari pada orang tua. Bahkan ada sebagai orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan istrinya. Na’udzubillah.
10)  Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
Akibat dari durhaka kepada kedua orang tua akan dirasakan di dunia, dan ini didasarkan pada hadits berikut: Dari Abi Bakrah t mengatakan bahwa Nabi r berkata, “Tidak ada dosa yang Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat, yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan tali silaturrahmi.” (HR Bukhari [Shahih Adabul Mufrad No. 23])
Dalam hadits lain dikatakan, "Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia, yaitu berbuat zhalim dan al-‘uquq (durhaka kepada orang tua)." (HR. Hakim 4/177 dari Anas bin Malik t)
Dapat kita lihat sekarang banyak orang yang durhaka kepada orang tuanya hidupnya tidak berkah dan selalu mengalami berbagai macam kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya maka kekayaannya tidak akan menjadikan bahagia.
E.      Bentuk-Bentuk Bakti kepada Orang Tua
Pertama: Bergaul kepada keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi r disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
Kedua: Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan berbicara kepada kedua orang tua dengan kepada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
Ketiga: Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
Keempat: Yaitu memberi infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta kita adalah milik orang tua.
Kelima: Mendo’akan kedua orang tua. Sebagaimana ayat, "robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro" (wahai rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya.
Apabila kedua orang telah meninggal maka yang pertama kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah SWT dengan taubat yang nasuha (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup. Yang kedua adalah menshalatkannya, ketiga adalah selalu meminta ampunan untuk keduanya, yang keempat membayarkan hutang-hutangnya, yang kelima melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at, dan yang keenam menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya (diringkas dari beberapa hadist yang shohih)

KONSULTASI KEISLAMAN BERSAMA USTADZ YAHYA BULETIN AN NABA EDISI 56


Sesi konsultasi seputar agama bersama ust. Yahya, bagi kaum muslimin yang memiliki Pertanyaan, kritik dan saran, silahkan kirim  SMS  ke 0822 1867 8377


1. Pa Ustaz mau nanya, saya punya teman dia berjanji kepada Alloh tidak akan melakukan sesuatu hal dan ternyata tidak dapat ditepati itukan kafaratnya harus berpuasa 3 hari berturut-turut? terus kalau sudah berpuasa, apa janjinya masih berlaku?syukran 08785annaba

Jawab:  Bismillah walhamdulillah washolaatu wassalamu ala rosulillah wa badu2.  setiap janji adalah hutang yang harus di lunasi baik ke Allah SWT maupun kepada sesama mahluq kiparatnya hanya dengan memenuhi janji  tersebut adapun masalah kafarah yang antum sebutkan adalah dalam masalah sumpah , yaitu Sumpah yang dilakukan dengan sepenuh hati dan niat yang sungguh-sungguh, kemudian dia melanggar sumpah tersebut, maka ia
dikenakan kafarah (denda). Adapun kafarahnya adalah membebaskan budak yang beriman atau memberi makan 10 orang miskin masing-masing satu kali makan dengan makanan yang mengenyangkan dan makanan tersebut harus sama dengan apa yang ia makan sehari-hari atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin dengan pakain yang kualitasnya sama dengan pakaian yang ia pakai sehari-hari. Namun, jika tidak mampu
melaksanakan dari ketiga di atas, maka kafarahnya diganti dengan berpuasa 3 hari. Lihat Qs. Al Maidah : 89

2. Afwan Ustad, ada fatwa dari suatu partai bahwa membeli PNS guru diperbolehkan dengan alasan dakwah dan daripada dibeli oleh orang yang tidak jelas maka lebih baik dibeli oleh kader dakwah,bagaimana menurut pendapat ustad? apakah tetap termasuk nyogokatau lebih kemaslahat. syukran atas penjelasannya..081321annaba

Jawab: Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan  seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith). Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).

Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:

a. Adanya athiyyah (pemberian)

b. Ada niat Istimalah (menarik simpati orang lain)

c. Bertujuan:

  • Ibtholul haq (membatalkan yang haq)
  • Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
  • al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
  • al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
  • al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:

a. Firman Allah ta’ala:

”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)

b. Firman Allah ta’ala:

”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT

c. Rasulullah SAW bersabda:

 “Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).

Nabi Muhammad SAW bersabda:

 “Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”, “Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)

Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap. Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas ulama membolehkan ‘Risywah’ (penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya dan atau untuk mencegah kezhaliman orang lain. Dan dosanya tetap ditanggung oleh orang yang menerima suap (al-murtasyi) (Kasyful Qina’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).

Bagi kaum muslimin yang memiliki Pertanyaan, kritik dan saran, silahkan kirim  SMS  ke 0822 1867 8377


Tauhid dan Keutamaannya

    BULETIN  ANNABA EDISI 56           


Tauhid secara bahasa berasal dari kata وَحَّدَ - يُوَحِّدُ - تَوْحِيدًا  yang artinya menjadikan satu. Sedangkan menurut istilah syar’i ialah mengesakan Allah SWT dalam beribadah kepadanya semata, tidak ada sekutu bagiNya.
Tauhid adalah agama semua rasul –'alaihimus sholatu wassalam- yang Allah  tidak akan menerima dari seorangpun agama selainnya, dan tidak sah amal-amal sholeh kecuali dengannya, karena ia merupakan fondasi yang diatasnya dibangun seluruh amal-amal sholeh. Bila ia tidak ada maka amal sholehpun tidak bermanfaat, bahkan gugur, karena tidaklah sah ibadah kecuali dengannya.
Sesungguhnya Allah SWT menciptakan mahluk-Nya supaya mereka beribadah kepada-Nya semata, dan melarang mahlukNya menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, baik malaikat, bintang-bintang, atau pun yang lainya. Oleh karena itu Allah SWT mengutus para Rosul dan menurunkan kitab–kitab-Nya sebagaimana firmannya,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُون
Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaku” (QS Adz–Dzariyat 51:56)
Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah ta’ala dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada Nya, dengan penuh rasa rendah diri dan cinta. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridloi oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai ibadah apabila diniati dengan ikhlas karena Allah semata dan mengikuti tuntunan Rasulullah r

 Tauhid merupakan kewajiban pertama yang diserukan oleh para Rasul yang merupakan pondasi dakwah mereka. Allah SWT berfirman, 
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah thoghut” (QS  An–Nahl 16:36 )
Thoghut ialah setiap yang diagungkan -selain Allah– dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi; baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan. Menjauhi thoghut berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.

Dan tauhid itu adalah merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-Nya, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Mu'adz t beliau berkata,
كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِيِّ r عَلَى حِمَارٍ، فَقَالَ لِي: يَا مُعَاذٌ، أَتَدْرِي مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟ قُلْتُ: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَّعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَّا يُعَذِّبَ مَنْ لَّا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا
Aku pernah diboncengkan Nabi saw di atas keledai kemudian beliau berkata kepadaku, 'wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya dan apa hak hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah?' Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui'. Kemudian beliau bersabda, 'Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun'. Lalu aku bertanya, 'Ya Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?' Beliau menjawab, 'Jangan engkau lakukan itu, karena khawatir mereka nanti bersikap pasrah'.” (HR Bukhari dan Muslim)
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُونَ
“Orang orang yang beriman dan tidak menodai keimanan[1] mereka dengan kedzoliman (kemusyrikan)[2], mereka itulah orang-orang yang mendapat ketentraman dan mereka itulah orang orang yang mendapat jalan hidayah”  (QS Al-An’am 6:82)
Ubadah bin Shomit t menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَّا ِإلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ وَالْجَنَّة حَقٌّ وَالنَّار حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ
Barang siapa yang bersyahadat[3] bahwa tidak ada sesembahan yang hak   (benar) selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, serta Ruh dari padaNya, dan surga itu benar adanya, neraka juga benar adanya, maka Allah pasti memasukkanya kedalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya” (HR Bukhori & Muslim)
Maka barangsiapa yang mengamalkan tauhid akan masuk surga, dan barangsiapa yang mengamalkan dan menyakini hal-hal yang bertentangan dengannya maka ia termasuk penghuni neraka. Dan karena tauhid itu pulalah para Rasul diperintahkan untuk memerangi kaumnya hingga mereka meyakininya, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah" (HR Bukhari dan Muslim)
Merealisasikan (mewujudkan) tauhid adalah jalan menuju kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, sedang melakukan hal-hal yang bertentangan dengannya adalah jalan menuju kepada kesengsaraan. Mengamalkan tauhid adalah jalan untuk menyatukan barisan dan kalimat umat, sedang kesalahan dalam tauhid adalah penyebab perpecahan dan tercerai berainya umat ini.
Yahya Cahyana SP.d.I  
Sumber kitab tauhid  syaihk Muhammad At Tamimi RHM


[1]       Iman ialah: ucapan hati dan lisan yang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan ketulusan niat karena Allah, dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah saw.
[2]       Syirik disebut kezholiman karena syirik adalah menempatkan suatu ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya.
[3]       Syahadat ialah: persaksian dengan  hati dan lisan, dengan mengerti maknanya dan  mengamalkan apa yang menjadi tuntutannya, baik lahir maupun batin.

ISTIMEWA DI HARI KIAMAT BULETIN EDISI 55

ISTIMEWA DI HARI KIAMAT BULETIN EDISI 55


Umat Islam adalah umat yang Allah beri keistimewaan atas umat lainnya. Banyak kelebihan dan keistimewaan umat Islam yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi. Di antara keistimewaan umat Islam adalah keistimewaan mereka pada hari kiamat, yaitu:

1. Putih Bersinar Nabi bersabda, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada Hari Kiamat dalam keadaan ghuran muhajjalin (putih bersinar pada jidat, tangan dan kaki mereka) karena bekas wudhu, barangsiapa di antara kalian yang ingin memanjangkan sinar putihnya maka lakukanlah.” (Muttafaq ‘alaihi)

2. Panjang Lehernya

Nabi bersabda, “Para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya nanti pada hari kiamat.”(HR. Muslim)

Maksudnya tatkala manusia sudah berdesak-desakan dan ketika keringat-keringat manusia sudah membanjiri mereka, bahkan ada yang keringatnya setinggi mulutnya. Maka muadzin selamat dari semua itu karena lehernya yang panjang. (Syarh Muslim: 4/333, karya An-Nawawi)

3. Mendapatkan Cahaya, Burhan dan Keselamatan

Nabi bersabda tentang shalat, “Barangsiapa yang menjaganya (shalat), maka shalat itu akan menjadi cahaya, burhan (bukti kebenaran) dan keselamatan baginya pada Hari Kiamat, dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka tidak akan mendapatkan cahaya, burhan (bukti kebenaran) dan keselamatan. Dan kelak dia akan dikumpulkan pada Hari Kiamat bersama Qarun, Haman dan Ubay bin Kholaf.” (Shahihul Musnad).

4. Mendapatkan Cahaya Sempurna

Nabi bersabda, “Berikan kabar gembira dengan cahaya yang sempurna kepada orang yang berjalan dalam kegelapan malam menuju masjid.” (Shahih Muslim)

5. Mendapat Naungan Allah

Nabi bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya: Imam yang adil, Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, Orang yang hatinya terpaut dengan masjid, Dua orang yang saling cinta karena Allah berkumpul dan berpisah karena-Nya, Orang yang diajak (serong) oleh wanita yang memiliki kedudukan lagi cantik lalu menjawab, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, Orang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan
oleh tangan kanannya, dan Orang yang berdzikir mengingat Allah dalam kesunyian lalu air matanya berlinang.” (Muttafaq ‘alaihi)

6. Dinaungi Oleh Sedekahnya

Nabi bersabda, “Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya hingga perkara di antara manusia diputuskan.” (Shahih al-Matjar al-Rabih)

7. Dibalas Sesuai Amal

Nabi bersabda, “Barangsiapa yang melepaskan satu kesulitan seorang mukmin dari kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya kesulitan dari kesulitan-kesulitan Hari Kiamat. Barangsiapa yang di dunia memudahkan orang yang sedang kesusahan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

8. Di bawah Naungan Arsy

Nabi bersabda, “Barangsiapa yang memberikan tangguh atau melepaskan orang yang kesulitan (berhutang), maka Allah akan menaunginya pada Hari Kiamat di bawah naungan Arsy-Nya, yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. at-Tirmidzi dan ia berkata hadits Hasan Shahih)

9. Diberikan Rizki dan Angin Surga

Nabi bersabda, “Ribath (berjaga di perbatasan negeri kaum Muslimin di jalan Allah) satu bulan lebih baik daripada berpuasa selama satu tahun, barangsiapa yang mati dalam keadaan melakukan ribath fi sabilillah, maka ia akan aman dari ketakutan yang besar, akan diberikan makan dari rizki-Nya dan angin dari surga, serta akan mengalir untuknya pahala melakukan ribath hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkannya.” (Shahih al-Matjar al-Rabih)

10. Uban Bersinar

Nabi bersabda, “Barang siapa yang beruban dengan satu uban dalam Islam, maka dia akan mendapatkan cahaya pada Hari Kiamat.” (Shahih al-Matjar al-Rabih).

11. Aroma Misik dan Warna Za’faran

Nabi bersabda, “Siapa yang menderita satu luka di jalan Allah, maka dia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan aromanya seperti aroma misik dan warnanya seperti za’faron, dia mendapatkan stempel syuhada’, dan barangsiapa yang meminta mati syahid secara ikhlas, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala syahid walaupun ia mati di atas pembaringannya.” (HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim)

12. Enam Keistimewaan Syuhada’

Nabi bersabda, “Bagi orang yang mati syahid, maka ia mendapatkan enam perkara di sisi Allah, “Diampuni sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan tempat duduknya di dalam surga, diselamatkan dari adzab kubur, aman dari ketakutan yang besar, diletakkan di atas kepalanya mahkota kebesaran di antaranya ada batu Yakut (jenis permata) yang lebih baik daripada dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua istri dari bidadari, dan diizinkan memberi syafa’at kepada tujuh puluh kerabatnya.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani)

13. Dibebaskan dari Kesusahan Akhirat

Nabi bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh menyerahkannya (kepada musuh-ed), barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya, barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim maka Allah akan melepaskan dia dari kesulitan pada hari Kiamat, dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada Hari Kiamat”. (Muttafaq ‘alaih)

14. Pilih Baju Sendiri

Nabi bersabda, “Barangsiapa meninggalkan baju (atribut) kemewahan karena tawadhu’(rendah hati) padahal dia mampu untuk itu, maka ia akan dipanggil oleh Allah di hadapan manusia sehingga ia memilih sendiri baju iman yang dia mau untuk dia pakai.” (Shahih al-Matjar al-Rabih)

15. Aman

Nabi bersabda dalam hadits Qudsi dari Allah berfirman, “Demi Kemuliaan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan pada hamba-Ku dua ketakutan dan dua keamanan. Apabila dia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan membuatnya aman pada hari Kiamat, dan jika dia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan membuatnya ketakutan nanti pada Hari Kiamat.” (Shahih al-Matjar al-Rabih)

16. Berkah Do’a Setelah Mendengar Adzan

Siapa yang mengucapkan ketika mendengarkan adzan, “Ya Allah Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan, berikan kepada Muhammad al-Wasilah dan al-Fadhilah, dan berikan kepadanya kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan, maka dia berhak mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat.” (HR. Muslim).

Demikian beberapa keistimewaan umat Islam pada hari Kiamat. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. (Kholif Mutaqin)

[Sumber: Brosur Dakwah “17 Sunnah Littamayyuz Yaumul Qiyamah”, oleh Abdur Rahman al-Isa]

SALAM REDAKSI,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu
 Pembaca yang budiman yang sama-sama mencari keridhoan Alloh SWT,  satu tahun sudah kami hadir/terbit, dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki.  terima kasih kepada saudara-saudara, sahabat-sahabatku  yang sudah memberikan pertanyaan , dan kritikan yang membuat kami termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik,  semoga bulletin ini menjadi jalan bagi kita untuk mempererat ukhuwah Islamiyah menjadi orang-orang yang ikhlas, sabar dan tawadhu dalam menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya serta menjadi jalan bagi kita untuk menjadi ahli surga. Amin






Abdurrahman Bin'Auf Radhiallahu Anhu

Abdurrahman Bin'Auf Radhiallahu Anhu


Apa Sebabnya Anda Menangis, Hai Abu Muhammad….?
Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.

Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.

KONSULTASI KEISLAMAN BERSAMA USTADZ YAHYA BULETTIN AN NABA EDISI 54


Sesi konsultasi seputar agama bersama ust. Yahya, bagi kaum muslimin yang memiliki Pertanyaan, kritik dan saran, silahkan kirim  SMS  ke 0822 1867 8377


1. Ustad Alhamdulilah.. Ana baru pulang umrah , seminggu yang lalu, yang ana tanyakan soal doa qunut ustad kebanyakan di daerah ana masih memakai qunut, yang ana tau dimekah kalo shalat subuh tidak ada doa qunut, apa ada hadist shohihnya, dan bagaimana kalu imam membaca doa qunut kita sebagai makmum ikut imam atau hanya mendengarkan. Mohon penjelasaaanya. 08525annaba

Jawab: sebelumnya saya ikut berbahagia dan mendoakan semoga Alloh menerima semua amal soleh saudara , hadits hadits yang menjelaskan tentang qunut subuh tidak ada yang shohih satupun menurut para ahli hadits,tapi ini masalah khilafiyyah yang sebagian ulama melarang menyelisihi imam.  Allohu musta'an

2. Pa Ustd saya seorang pemuda 25 tahun kadang kalau melihat sesuatu dengan tidak sengaja kadang sering keluar sperma sedikit. Apa saya harus mandi zunub? Trim’s ustd atas jawabannya. 08122annaba

Jawab: wajib mandi bagi siapa yang keluar air mani baik disengaja atau tidak ,saya juga peringatkan bagi para pemuda dan siapapun hendaklah menjaga pandangan  dari hal hal yng di haramkan lihat QS Annur 29-30 juga perhatikanlah sabda Rosululloh SAWDari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah). Dan “Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari). wallohu A'lam

Bagi kaum muslimin yang memiliki Pertanyaan, kritik dan saran, silahkan kirim  SMS  ke 0822 1867 8377

Hutang adalah Amanah

Hutang adalah Amanah


Buletin An-naba edisi 54
Islam adalah din penuh rahmat dan mengajarkan kasih sayang kepada makhluk. Islam tidak hanya mengatur hubungan yang bersifat vertikal antara makhluk dengan Al Khaliq, tetapi juga mengatur hubungan yang bersifat horizontal antara sesama makhluk. Tujuannya agar antar individu terjalin keharmonisan dan tidak saling menzhalimi atau menyakiti.

Di antara yang diatur oleh syari’at Islam, yaitu hubungan antara sesama manusia dalam masalah hutang-piutang. Masalah ini dijelaskan oleh Allâh Ta'âla dalam sebuah ayat terpanjang, yang juga terdapat dalam surat terpanjang. Maka sudah semestinya hal ini menjadi perhatian bagi setiap insan yang ingin berislam secara kaffah, karena kualitas Islam seseorang bukan hanya tergantung ibadah mahdhah yang dilakukan setiap hari, tetapi juga tergantung pada ketaatannya pada peraturan Allâh yang berkaitan dengan muamalah (interaksi) dengan sesama makhluk.

Islam menganjurkan kepada orang yang dianugerahi kemampun oleh Allâh Ta'âla agar membantu saudaranya yang membutuhkan bantuan, baik dengan memberikan zakat, shadaqah, ataupun memberikan pinjaman jika ada yang membutuhkannya. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam memberikan kabar kepada orang-orang yang membantu sesama lepas dari himpitan penderitaan, bahwa ia akan mendapatkan janji Allâh Ta'âla. disebutkan dalam sabda Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam:

Barangsiapa yang membebaskan seorang muslim dari kedukaan dunia,
maka Allâh akan membebaskan ia dari kedukaan akhirat.
Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan,   Allâh akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.
(HR Muslim no. 339. Lihat Iiqazhul himam, karya Syaikh Salim Ied Al Hilali, hal.489) 

Di antara cara memberikan kemudahan, misalnya memberikan kemudahan dengan harta; bisa dengan memberikan hutang (pinjaman), atau kemudahan dalam pelunasan hutang, atau bahkan membebaskan orang lain dari hutang.
Ada satu kisah menarik, sebagaimana Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
Ada seorang pedagang yang memberikan hutang kepada manusia.  Jika dia melihat seseorang kesulitan membayarnya,  (maka) dia mengatakan kepada pembantunya “bebaskan ia, semoga Allâh membebaskan (mengampuni dosa) kita”.  Maka Allâh pun mengampuni dosanya. (HR Bukhari dan Muslim. Lihat Iiqazhul Himam, karya Syaikh Salim Id al Hilali, hlm. 492). Masih banyak lagi hadits-hadits senada, yang menjelaskan balasan bagi orang-orang yang membantu sesama.

Sebaliknya, sebagai wujud kasih sayang kepada orang yang mengalami kesulitan, Islam membolehkan seseorang untuk mencari pinjaman. Meski demikian, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, mencari pinjaman itu boleh dilakukan dalam kondisi terpaksa. Sebab hutang adalah amanah yang wajib ditunaikan. Oleh karena itu, orang yang berhutang harus memiliki niat yang baik untuk segera melunasi hutang ketika ia mampu, tanpa ditunda-tunda. Menunda pembayaran hutang saat memiliki kemampuan, sesungguhnya merupakan perbuatan zhalim. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :  Menunda-nunda pembayaran hutang bagi yang mampu  merupakan sebuah kezhaliman.
Dalam hadits lain, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga memberikan ancaman kepada orang yang berniat buruk ketika berhutang. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
Barangsiapa yang mengambil harta orang lain  dengan niat ingin mengembalikan (melunasi)nya, niscaya Allâh akan membayarkan baginya.  Barangsiapa yang mengambilnya dengan niat hendak melenyapkannya,  niscaya Allâh akan menghancurkannya.
(HR Bukhari no. 2387).
Orang yang berniat baik, niscaya akan dibantu oleh Allâh Ta'âla, sehingga bisa membayar hutangnya atau dengan menjamin di akhirat.
Terkadang, hutang dapat membuat orang malu untuk berjumpa dengan orang yang memberikan pinjaman, meskipun untuk menunaikan salah satu kewajiban din. Sebagaimana dikisahkan, suatu hari Qais bin Saad bin Ubadah radhiyallâhu'anhu merasa, saudara-saudaranya terlambat menjenguknya, lalu dikatakan kepadanya: “Mereka malu dengan hutangnya kepadamu,” maka dia (Qais) pun menjawab, ”Celakalah harta, dapat menghalangi saudara untuk menjenguk saudaranya.”
Kemudian dia memerintahkan agar mengumumkan: “Barangsiapa yang mempunyai hutang kepada Qais, maka dia telah lunas”. Setelah diumumkan pembebasan hutang ini, sore harinya, jenjang rumahnya patah, karena banyaknya orang yang menjenguk.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX)


Back To Top