Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Berlemahlembut dan tidak berkata
kasar salah satu akhlak mulia yang sangat diagungkan Islam. Ini akan membantu
terciptanya suasana harmonis dalam masyarakat muslim. Apalagi bagi para dai dan
pemberi nasihat, keduanya sangat membantu tugas mereka dalam mengajak kepada
kebaikan dan menjauhi keburukan.
Sebaliknya sikap kasar, galak,
suka mencela, dan mudah menyematkan gelar sesat terhadap objek dakwah (saudara
yang akan disadarkan) malah akan menimbulkan penolakan dan perlawanan.
Karenanya tepat sekali apa yang disabdakan Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam,
“Tidaklah lemah lembut dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan
tidaklah sikap keras dalam segala sesuatu kecuali dia akan merusaknya.”
(HR Muslim)
Sikap lemah lembut, tutur kata
santun, penuh adab, dan tanpan sikap kasar dan tanpa arogan merupakan hikmah
dari sunnatullah dalam mencipta dan memerintah serta tuntutan dalam mengimani
nama Allah Al-Rafiiq; artinya: Mahalembut, Mahabaik, dan Mahamenyertai.
Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Mahalembut, menyukai orang yang lembut. Dan
sesungguhnya Allah memberikan kepada kelembutan apa yang tidak diberikannya
kepada sikap kasar.”
(HR. Muslim)
Allah Ta’ala Mahalembut dalam
perbuatan-Nya, yaitu ketika Dia menciptakan makhluk-makhluk-Nya dengan
bertahap, sedikit demi sedikit sesuai dengan hikmah dan kelembutan-Nya. Padahal
Dia mampu menciptakannya sekaligus, dalam waktu sekejap.
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
Mahalembut dalam memerintah dan melarang. Dia tidak membebani hamba-Nya dengan
beban-beban yang banyak secara sekaligus. Tapi, berangsur-angsur dari satu
kondisi kepada kondisi yang berikutnya sehingga jiwa siap menanggungnya dan
tertata emosinya. Hal itu seperti turunnya perintah puasa fardlu, pengharaman
khamar, riba dan lainnya.
Berarti bahwa orang yang
melakukan sesuatu dengan kelembutan dan tenang telah mengikuti sunnatulah dalam
menciptakan alam semesta dan mengikuti petunjuk Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam.
Perintah Berkata Lembut
Mendakwahi Raja Thaghut ‘’Fir’aun’’
Al-Qur'an mengabadikan, saat
Fir’aun sudah sampai pada puncak ketaghutan dengan mengatakan, “Akulah tuhanmu
yang paling tinggi,” maka Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk
memperingatkannya dan mendakwahinya seraya berpesan,
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
(QS. Thaahaa: 44)
Yakni dengan bahasa yang mudah
dipahami, halus, lembut, dan penuh adab tanpan sikap kasar, arogan, dan
intimidasi dalam berkata atau bertindak brutal. Semoga dengan perkataan yang
lembut ini dia jadi ingat dengan sesuatu yang bermanfaat untuknya sehinga dia
melaksanakannya atau takut dengan apa yang membayakannya sehingga dia meninggalkannya.
Kemudian Allah menerangkan tentang ucapannya tersebut,
“Dan katakanlah (kepada
Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari
kesesatan)" Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut
kepada-Nya?".
(QS. Al-Naazi’aat: 18-19)
Itulah kalimat yang digunakan
Musa dan Harun dalam mendakwahi Fir’aun, seorang thaghut yang kafir. Kenapa ada
sebagian kaum muslimin yang mendakwahi dan menasihati kawannya dengan kalimat
cela, mengkhawarijkan, menyesatkan, dan uangkapan-uangkapan buruk dan kasar
lainnya? Apakah dia menginginkan mengeluarkan saudaranya dari keburukan ataukah
sebaliknya, menginginkan keburukan tetap kukuh pada diri sahabatnya?
Berkatalah seorang shalih saat
mendengar ayat ini,
“Mahasuci Engkau wahai Rabb, apabila seperti ini sikap baik-Mu kepada
Fir’aun yang telah mengucapkan, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.”
(QS. Al-Naazi’aat: 24)
Maka bagimana sikap baik-Mu
kepada hamba yang mengucapkan, “Mahasuci Engkau Wahai Tuhanku yang Maha
Tinggi.”
Jika ini adalah kelemahlembutanmu
kepada kepada Fir’aun yang telah mengucapkan, “Aku tidak mengetahui tuhan
bagimu selain aku.” (QS. Al-Qashash: 38)
Lalu bagaimana kelemahlembutan-Mu
terhadap hamba yang masih berucap Laa Ilaaha Illallaah (Tiada tuhan
berhak disembah kecuali Allah)." Maka wahai para muwahhid, berlemah
lembutlah dan berkatalah yang baik serta jangan gampang menyematkan gelar-gelar
sesat kepada saudaramu yang tergelincir. Wallahu Ta’ala A’lam.
Sumber : PurWD/voa-islam.com
Labels:
materi
Thanks for reading Mendakwahi Raja Thaghut Fir'aun Saja, Allah Perintahkan Berkata Lembut. Please share...!
0 Comment for "Mendakwahi Raja Thaghut Fir'aun Saja, Allah Perintahkan Berkata Lembut"