Blog resmi MASJID BAITURRAHIIM Rt 04 Rw 04 Kel. Ledeng Kec. Cidadap Kota Bandung, blog ini merupakan sarana untuk berbagi informasi dan mempererat tali silaturahmi sesama muslim khususnya jamaah masjid Baiturrahim


Berbuat Baik Kepada Orang Tua


  Buletin An-Naba edisi 57,58,59

Oleh Ustz. Yahya
Jalan yang hak dalam menggapai ridha Allah melalui orang tua adalah Birrul walidayn. Birrul walidayn (berbakti kepada kedua orang tua) adalah salah satu masalah yang yang harus difahami. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan kepada manusia untuk bertauhid kepada-Nya, Allah Ta’ala memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24 Allah berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا & وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah kamu beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut di sisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan jangan lah kamu membentak keduanya. Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. (23) dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, 'Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.' (24)” (QS Al-Isrā' 17:23-24)
Al Hafidz Ibnu Katsir telah menerangkan ayat tersebut sebagai berikut, “Allah Ta’ala telah mewajibkan kepada semua manusia untuk beribadah hanya kepada Allah saja, tidak menyekutukan dengan yang lain. 'Qadla' di sini bermakna perintah sebagaimana yang dikatakan Imam Mujahid, wa qadla yakni washa (Allah berwasiat). Kemudian dilanjutkan dengan 'wabil waalidaini ihsana' hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya dalam keadaan lanjut usia, 'fa laa taqul lahuma uffin' maka janganlah berkata kepada keduanya ‘ah’ (‘cis’ atau yang lainnya). Janganlah memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk. 'Wa laa tanhar huma' dan janganlah kalian membenci keduanya. Ada juga yang mengatakan bahwa 'wa laa tanhar huma ai la tanfudz yadaka alaihima' maksudnya adalah janganlah kalian mengibaskan tangan kepada keduanya. Ketika Allah melarang perkataan perkataan dan perbuatan yang buruk, Allah juga memerintahkan untuk berbuat dan berkata yang baik. Seperti dalam firman Allah Ta’ala 'wa qul lahuma qaulan karima' dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yaitu perkataan yang lembut dan baik dengan penuh adab dan rasa hormat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan kasih sayang, hendaklah kalian bertawadlu’ kepada keduanya. Dan hendaklah kalian berdoa, 'Ya Allah sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi dan mendidikku di waktu kecil' pada waktu mereka berada di usia lanjut hingga keduanya wafat.” (Tafsir Ibnu Katsir Juz III hal 39-40 Cet. I. Maktabah Daarus Salam, Riyad. Th. 1413H)
Perintah birrul walidayn juga tercantum dalam surat An-Nisā' ayat 36. Allah berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesugguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (An-Nisā' 4:36)
Dalam surat Al-'Ankabūt ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir kalau mengajak kepada kekafiran,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu. lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-'Ankabūt 29:8)
A.     Pengertian Berbuat Baik dan Durhaka
Menurut lughoh 'bahasa', Al-Ihsan berasal dari kata ahsana – yuhsinu – Ihsaanan. Sedangkan yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita, dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita wajib juga mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah, harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang.
Sedangkan uquq artinya memotong (seperti halnya aqiqah yaitu memotong kambing). Uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap kedua orang tuanya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan dari seorang anak kepada kedua orang tuanya yang berupa perkataan yaitu dengan mengatakan ‘ah’ atau ‘cis’, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci dan yang lainnya. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturahmi, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.
Berbakti Kepada orang tua merupakan sifat baarizah 'yang menonjol' dari para Nabi. Dalam surat Maryam ayat 30-34, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Isa bin Maryam adalah anak yang berbakti kepada Ibunya,
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا & وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا & وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا & وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا & ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ
“Berkata Isa: 'Sesungguhnya aku ini hamba Allah, yang memberi Al-Kitab (Injil), Dia menjadikan aku seorang nabi. (30) Dan Dia menjadikan akuseorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) sholat dan (menunaikan) zakat selamaaku hidup. (31) Dan Allah memerintahkan aku berbakti kepada ibuku dan tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (32) Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari dibangkitkan kembali. (33) Itulah Isa putra Maryam, mengatakan perkataan yang benar dan mereka berbantahan tentang kebenarannya.' (34)” (QS Maryam ayat 19:30-34)
Kemudian Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 40-41,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ & رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
Wahai Rabb-ku jadikanlah aku dan anak cucuku, orang yang tetap mendirikan shalat, wahai Rabb-ku perkenankanlah doaku. (40) Wahai Rabb kami, berikanlah ampunan untukku dan kedua orang tuaku. Dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab. (41)” (QS Ibrāhīm 14:40-41)
Lihat juga dalam surat Asy-Syu’arā’ ayat 83-87,
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ & وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآَخِرِينَ & وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ & وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ & وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ
“(Ibrahim berdoa) 'Ya Rabb-ku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukanlah aku kedalam golongan orang-orang yang shalih, (83) Dan jadikanlah aku tutur kata yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, (84) Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, (85) Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, (86) Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (87)'” (Asy-Syu’arā’ 26:83-87)
Demikian juga Nabi Nuh u mengatakan hal yang sama dalam surat Nuh dan Nabi Ismail u. Juga Nabi Yahya u dalam surat Maryam ayat 12-15,
“Wahai Yahya! Ambillah Al Kitab dengan sungguh-sungguh, Kami berikan kepadanya hikmah, ketika masih kanak-kanak, (12) Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan ia adalah orang-orang yang bersih dari dosa dan termasuk orang yang bertakwa. (13) Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, bukanlah ia termasuk orang-orang yang sombong lagi durhaka, (14) Kesejahteraan semoga atas dirinya, pada hari ia dilahirkan, pada hari ia diwafatkan, dan pada hari ia dibangkitkan. (15)”
Kemudian dalam An Nahl ayat 19 tentang Nabi Sulaiman u,
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, 'Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugrahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengajarkan amal shalih yang Engkau ridlai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.'”
Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa bakti kepada orang tua merupakan sifat yang menonjol bagi para nabi. Semua nabi berbakti kepada kedua orang tua mereka. Dan ini menunjukan bahwa berbakti kepada orang tua adalah syariat yang umum. Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah U ke muka bumi selain diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada Allah, mentauhidkan Allah dan menjauhi segala macam perbuatan syirik, juga diperintahkan untuk menyeru umatnya agar berbakti kepada orang tuanya.
Bila diperintahkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua seperti yang tercantum dalam surat An-Nisa, surat Al-Isra, dan surat-surat yang lainya, menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah masalah kedua setelah mentauhidkan Allah U. Kalau selama ini yang dikaji adalah masalah tauhid, masalah aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, aqidah salaf, untuk selanjutnya wajib pula bagi setiap muslim dan muslimah untuk mengkaji masalah berbakti kepada kedua orang tua. Tidak boleh terjadi pada seorang yang bertauhid kepada Allah tetapi ia durhaka kepada kedua orang tuanya, wal iyadzubillah nas-alullahu salamah wal afiyah. Bagi seorang muslim terutama bagi seorang thalibul ‘ilm 'penuntut ilmu', wajib baginya berbakti kepada orang tuanya.
B.     Keutamaan Berbakti kepada Kedua Orang Tua dan Pahalanya
Pertama: Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dalam termasuk dalam amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi r yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dari sahabat Abu Abdirrahman Abdulah bin Mas’ud t,
“Aku bertanya kepada Nabi r tentang amal-amal paling utama dan dicintai Allah? Nabi r menjawab, ‘pertama Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat diawal waktunya), kedua berbakti kepada kedua dua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah’.” (HR Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9)
Dengan demikian jika ingin berbuat kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di antaranya adalah birrul walidayn (berbakti kepada orang tua).
Kedua: Bahwa ridha Allah tergantung kepada keridhaan orang tua. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu Hibban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari Sahabat dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan Rasulullah r bersabda, “Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [2], Ibnu Hibban [2026-Mawarid], Tirmidzi [1900], Hakim [4/151-152])
Ketiga: Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shalih tersebut. Dengan dasar hadis Nabi r dari Ibnu Umar,
Rasulullah r bersabda, ”Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka bertehduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua sebagian mereka berkata kepada yang lain, ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawasul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan berikan kepada siapapun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah.’ Maka batu yang menutup pintu gua itu pun bergeser.” (HR Bukhari, Fathul baari 4/449 no. 2272, Muslim 2473/100 Bab “Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wattawasul bi Shalihil A’mal”)
Ini menunjukan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan dapat digunakan untuk bertawasul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, insya Allah dengannya kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tua.
Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka perbuatan ‘Si Anak’ yang ‘bergadang’ untuk memerah susu tersebut belum sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.
Ini juga menunjukan bahwa kebutuhan kedua orang tua harus di dahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagai mana diriwayatkan oleh abdulah bin umar ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khatab) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah r dan Rasulullah menjawab, “Ceraikan istrimu!” (HR Abu Dawud No. 5138, Tirmidzi No. 1189 beliau berkata, “Hadits hasan shahih”)
Keempat: Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur, sebagai mana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Dari sahabat Anas t bahwa Nabi r bersabda,
Barang siapa yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR Bukhari 7/7, Muslim 2557, Abu Dawud 1693)
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insyaAllah akan dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya.
Kelima: Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua, yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah I. Dosa-dosa yang Allah segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka.
C.     Wasiat Berbuat Baik kepada Orang Tua Tatkala Keduanya Berusia Lanjut
Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan tentang ruginya seseorang yang tidak berbakti kepada kedua orang tua pada waktu orang tua masih disisi kita. Salah satunya adalah: Dari Abu Hurairah, dari Nabi r beliau bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga.” (HR Muslim 2551, Ahmad 2:254,346)
Pada umumnya seorang anak merasa berat dan malas memberi nafkah dan mengurusi kedua orang tuanya yang telah berusia lanjut. Namun Rasulullah r menjelaskan bahwa keberadaan kedua orang tua yang berusia lanjut itu adalah kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah, dimudahkan rizki dan jembatan emas menuju surga. Karena itu sungguh rugi jika seorang anak menyia-nyiakan kesempatan yang paling berharga ini dengan mengabaikan hak-hak orang tuanya dan dengan sebab itu dia tidak masuk surga.
D.     Bentuk dan Akibat Durhaka kepada Kedua Orang Tua
Di antara bentuk durhaka (uquq) adalah:
1)       Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan (ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati
2)      Berkata ‘ah dan tidak memenuhi panggilan orang tua
3)      Membentak atau menghardik orang tua
4)     Bakhil, tidak mengurusi orang tuanya bahkan lebih mempentingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkahpun, maka dilakukannya dengan penuh perhitungan.
5)      Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, kolot, dan lain-lain.
6)     Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi jika ‘Si Ibu’ melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa dan karena itu anak harus berterima kasih.
7)      Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8)     Memasukan kemurkaan kedalam rumah, misalnya alat musik, mengisap Rokok, dll.
9)     Mendahului taat kepada istri dari pada orang tua. Bahkan ada sebagai orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan istrinya. Na’udzubillah.
10)  Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
Akibat dari durhaka kepada kedua orang tua akan dirasakan di dunia, dan ini didasarkan pada hadits berikut: Dari Abi Bakrah t mengatakan bahwa Nabi r berkata, “Tidak ada dosa yang Allah cepatkan adzabnya kepada pelakunya di dunia ini dan Allah juga akan mengadzabnya di akhirat, yang pertama adalah berlaku zhalim, kedua memutuskan tali silaturrahmi.” (HR Bukhari [Shahih Adabul Mufrad No. 23])
Dalam hadits lain dikatakan, "Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia, yaitu berbuat zhalim dan al-‘uquq (durhaka kepada orang tua)." (HR. Hakim 4/177 dari Anas bin Malik t)
Dapat kita lihat sekarang banyak orang yang durhaka kepada orang tuanya hidupnya tidak berkah dan selalu mengalami berbagai macam kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya maka kekayaannya tidak akan menjadikan bahagia.
E.      Bentuk-Bentuk Bakti kepada Orang Tua
Pertama: Bergaul kepada keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi r disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
Kedua: Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan berbicara kepada kedua orang tua dengan kepada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
Ketiga: Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kibir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
Keempat: Yaitu memberi infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta kita adalah milik orang tua.
Kelima: Mendo’akan kedua orang tua. Sebagaimana ayat, "robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro" (wahai rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya.
Apabila kedua orang telah meninggal maka yang pertama kita lakukan adalah meminta ampun kepada Allah SWT dengan taubat yang nasuha (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup. Yang kedua adalah menshalatkannya, ketiga adalah selalu meminta ampunan untuk keduanya, yang keempat membayarkan hutang-hutangnya, yang kelima melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at, dan yang keenam menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya (diringkas dari beberapa hadist yang shohih)

Labels: keislaman, materi

Thanks for reading Berbuat Baik Kepada Orang Tua. Please share...!

0 Comment for "Berbuat Baik Kepada Orang Tua"

Back To Top