Memang betul, Khalifah Umar bin
Khaththab telah berubah ingatan. Banyak yangmelihatnya dengan mata kepala
sendiri. Barangkali karena Umar di masa mudanya sarat dengan dosa, seperti
merampok, mabuk-mabukkan, malah suka mengamuk tanpa berperi kemanusiaan, sampai
orang tidak bersalah banyak yang menjadi korban. Itulah yang mungkin telah
menyiksa batinnya sehingga iadi timpa penyakit jiwa.
Dulu Umar sering menangis
sendirian sesudah selesai menunaikan salat. Dantiba-tiba ia tertawa
terbahak-bahak, juga sendirian. Tidak ada orang lainyang membuatnya tertawa.
Bukankah hal itu merupakan isyarat yang jelas bahwaUmar bin Kaththab sudah
gila?
Abdurrahman bin Auf, sebagai
salah seorang sahabat Umar yang paling akrab,merasa tersinggung dan sangat
murung mendengar tuduhan itu. Apalagi, hamper semua rakyat
Madinah telah sepakat menganggap
Umar betul-betul sinting. Dan,sudah tentu, orang sinting tidak layak lagi
memimpin umat atau negara.
Yang lebih mengejutkan rakyat,
pada waktu melakukan salat Jum'at yang lalu,ketika sedang berada di mimbar
untuk membacakan khotbahnya,sekonyong-konyong Umar berseru, "Hai sariah,
hai tentaraku. Bukit itu, bukit itu, bukit itu!"Jemaah pun geger. Sebab
ucapan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan isi khotbah yang
disampaikan. "Wah, khalifah kita benar-benar sudahgila," gumam rakyat
Madinah yang menjadi makmum salat Jumat hari itu. Tetapi Abdurrahman tidak mau
bertindak gegabah, ia harus tahu betul, apasebabnya Umar berbuat begitu. Maka
didatanginya Umar, dan ditanyainya,"Wahai Amirul Mukminin. Mengapa engkau
berseru-seru di sela-sela khotbahengkau seraya pandangan engkau menatap
kejauhan?" Umar dengan tenangmenjelaskan, "Begini, sahabatku.
Beberapa pekan yang lewat aku mengirimkanSuriah, pasukan tentara yang tidak
kupimpin langsung, untuk membasmi kaumpengacau. Tatkala aku sedang berkhotbah,
kulihat pasukan itu dikepung musuhdari segala penjuru. Kulihat pula
satu-satunya benteng untuk mempertahankandiri adalah sebuah bukit dibelakang
mereka. Maka aku berseru: bukit itu,bukit itu, bukit itu!"
Setengah tidak percaya,
Abdurrahman megerutkan kening. "Lalu, mengapa engkaudulu sering menangis
dan tertawa sendirian selesai melaksanakan salatfardhu?" tanya Abdurrahman
pula. Umar menjawab, "Aku menangis kalau teringatkebiadabanku sebelum
Islam. Aku pernah menguburkan anak perempuankuhidup-hidup. Dan aku tertawa jika
teringat akan kebodohanku. Kubikin patungdari tepung gandum, dan
kusembah-sembah seperti Tuhan."
Abdurrahman lantas mengundurkan
diri dari hadapan Khalifah Umar. Ia belumbisa menilai, sejauh mana kebenaran
ucapan Umar tadi. Ataukah hal itu justrulebih membuktikan ketidakwarasannya
sehingga jawabannya pun kacau balau?Masak ia dapat melihat pasukannya yang
terpisah amat jauh dari masjidtempatnya berkhotbah?
Akhirnya, bukti
itupun datang tanpa dimintanya. Yaitu manakala sariah yangkirimkan Umar
tersebut telah kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar-binarmeskipun nyata
sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yangdiderita mereka. Mereka
datang membawa kemenangan. Komandan pasukan itu, pada hari berikutnya,
bercerita kepada masyarakatMadinah tentang dasyatnya peperangan yang dialami
mereka. "Kami dikepungoleh tentara musuh, tanpa harapan akan dapat
meloloskan diri dengan selamat.Lawan secara beringas menghantam kami dari
berbagai jurusan. Kami sudahluluh lantak. Kekuatan kami nyaris terkuras habis.
Sampai tibalah saat salatJumat yang seharusnya kami kejakan. Persis kala itu,
kami mendengar sebuahseruan gaib yang tajam dan tegas: "Bukit itu, bukit
itu, bukit itu!" Tigakali seruan tersebut diulang-diulang sehingga kami
tahu maksudnya.Serta-merta kami pun mundur ke lereng bukit. Dan kami jadikan bukit
itusebagai pelindung di bagian belakang. Dengan demikian kami dapat
menghadapiserangn tentara lawan dari satu arah, yakni dari depan. Itulah awal
kejayaan kami."
Abdurrahman mengangguk-anggukkan
kepala dengan takjub. Begitu pulamasyarakat yang tadinya menuduh Umar telah
berubah ingatan. Abdurrahmankemudian berkata, "Biarlah Umar dengan
kelakuannya yang terkadang menyalahiadat. Sebab ia dapat melihat sesuatu yang
indera kita tidak mampu melacaknya"
Dari buku Kisah Teladan - K.H.
Abdurrahman Arroisi
1 Comment for "Khalifah Gila ?"
hanya aqidah kaum syiah yg menghina salah satu sahabat terbaik Rasulullah Shallalahu alailhi wasallam.. tanpa membaca kitab2 sejarah spt Al Bidayah wa An Nihayah.