Blog resmi MASJID BAITURRAHIIM Rt 04 Rw 04 Kel. Ledeng Kec. Cidadap Kota Bandung, blog ini merupakan sarana untuk berbagi informasi dan mempererat tali silaturahmi sesama muslim khususnya jamaah masjid Baiturrahim


Kapan Melakukan Sujud Syukur buletin edisi 50


Bersyukur dan bersabar merupakan dua wazhîfah (tugas) Mukmin dengan fungsi dan momen yang saling bertolak-belakang. Sabar menjadi perisainya saat mengalami takdir yang tidak mengenakkan bagi dirinya sehingga tetap sanggup teguh dan bertahan tanpa mencibir takdir ketika pahitnya hidup menderanya. Sedangkan, bersyukur, sebuah ungkapan terima kasih dengan bahasa hati dan lisan serta perbuatan kepada Allâh Ta'âla atas kebaikan dan segala nikmat yang tercurahkan.

Salah satu petunjuk Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam mensyukuri nikmat-Nya, melakukan sujud syukur manakala memperoleh kenikmatan yang tak biasa, atau selamat dari ancaman musibah yang mengerikan. Dalam riwayat Abi Bakrah radhiyallâhu'anhu :

Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam bila kedatangan perkara yang (sangat) menyenangkan, menunduk untuk bersujud  (Hadits Hasan)
Nikmat Allâh Ta'âla bagi setiap manusia sangatlah banyak. Allâh Ta'âla berfirman:
Dan jika kamu menghitung nikmat Allâh, tidaklah dapat kamu menghinggakannya
(QS. Ibrâhîm/14:34)

Nikmat bernafas, kesehatan, makan, minum, bisa buang hajat merupakan contoh nikmat-nikmat yang sangat berharga. Bila seseorang tidak terhalangi dari semua itu, ia akan binasa. Akan tetapi, nikmat-nikmat itu bersifat mustamirrah (kontinyu). Jika seseorang dianjurkan untuk selalu sujud dalam mensyukurinya, sudah tentu waktunya akan habis untuk urusan sujud.

Namun dari sekian kenikmatan yang diraih seorang hamba ada yang bersifat mutajaddidah, sebuah nikmat yang sangat membahagiakan, tapi terjadi secara insidental, tidak berulang terus-menerus. Misalnya, kelahiran anak, melangsungkan pernikahan, promosi jabatan, datangnya anggota keluarga yang sudah sekian lama hilang dan hal-hal lain yang sangat mendatangkan kebahagiaan dan keceriaan. Disunnahkan bagi orang yang mendapatkannya untuk bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allâh Ta'âla.

Syaikh al-‘Utsaimîn rahimahullâh menerangkan tata cara pelaksanaannya. Beliau mengambil permisalan, jika seseorang memperoleh anak, ia bersujud seperti dalam shalat dengan membaca Subhâna Rabbiyal A’lâ (atau bacaan sujud lainnya), kemudian bersyukur kepada Allâh Ta'âla atas pemberian nikmat itu dan memuji Allâh Ta'âla dengan berkata (misalnya), “Ya Rabbi, aku bersyukur kepada- Mu atas nikmat ini”.

Demikian juga bila terhindar dari musibah yang sudah benar-benar mengancam jiwa raganya. Bentuk musibah banyak sekali. Semisal, mengalami kecelakaan sampai mobil terguling-guling, namun jiwa dan raganya selamat. Atas keselamatannya ini, seorang mukmin dianjurkan juga untuk melakukan sujud syukur kepada Allâh Ta'âla yang telah menyelamatkannya dari mara bahaya.

Generasi Salaf pun telah mempraktekkannya. Ketika Ka’b bin Mâlik mendengar kabar Allâh Ta'âla menerima taubatnya, Sahabat yang mulia ini langsung bersujud syukur. Begitu pula, tatkala Khalifah Ali bin Abi Thalib menemukan jenazah Dzul Tsadyah, pentolan Khawarij, beliau bersujud syukur,

Dari sini, menjadi jelas dianjurkannya sujud syukur saat mendapatkan anugerah besar dari Allâh Ta'âla atau selamat dari mara bahaya. Inilah contoh nyata dan tuntunan dari Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam bersyukur yang mestinya dilakukan umat. Mari bersama-sama mengutamakan dan mengamalkan petunjuk Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam. Wallâhu a’lam.
(Uswah Nabi [Baituna] : Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV)

Kuburan Bukan Untuk Ibadah

Ziarah kubur merupakan sunnah yang disyariatkan dalam Islam. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:

Aku sebelumnya telah melarang kalian berziarah kubur,
maka (sekarang) ziarahilah kubur-kubur.
(HR Muslim)

Namun maksud ziarah kubur bukanlah untuk beri’tikaf di kuburan dan menjadikannya tempat beribadah serta berperayaan. Karena itu Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat berperayaan.

Ziarah kubur memiliki dua maksud. Pertama, berkaitan dengan peziarah itu sendiri, yaitu mengingatkan para peziarah akan kematian. Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu mengatakan, “Suatu kali Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam menzarahi kubur ibundanya, Beliau menangis dan membuat orang di sekitarnya menangis pula. Lalu beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :

Aku memohon izin kepada Allâh Rabbku untuk aku memohonkan ampun bagi ibuku,
tetapi aku tidak diberi izin.
Dan aku memohon izin kepada-Nya agar aku boleh menziarahi kuburannya, maka aku diizinkan.
Oleh sebab itu ziarah kuburlah kalian, karena ziarah kubur itu akan mengingatkan kematian.
(HR. Muslim, Abu Dâwud, dll.)

Kedua, terkait dengan orang yang telah dikubur, yaitu mendoakan serta mengucapkan salam kepada mereka. Dari Sulaiman bin Buraidah radhiyallâhu'anhu , dari bapaknya, ia berkata: Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam mengajari para Sahabat (apa yang harus diucapkan) jika mereka ziarah kubur. Maka seseorang di antara mereka akan mengucapkan:

Semoga keselamatan bagi para penghuni kubur (menurut riwayat Abu Bakar radhiyallâhu'anhu),
sedangkan dalam riwayat Zuhair radhiyallâhu'anhu:
Semoga keselamatan bagi kalian wahai para penghuni kubur,
yang terdiri dari kaum Mu’minin dan kaum Muslimin.
Sesungguhnya insya Allâh kami pasti akan menjumpai kalian,
aku memohon keselamatan kepada Allâh bagi kami dan bagi kalian

Ziarah kubur tidak ditentukan waktu pelaksanan pada waktu-waktu tertentu. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullâh[5] menjelaskan, “Ziarah kubur disyariatkan pada segala waktu, berdasarkan sabda Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam :
Ziarah kuburlah kalian, karena ziarah kubur itu akan mengingatkan pada kematian.
(HR. Muslim)

Demikianlah, hendaknya kaum Muslimin yang sering melakukan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu dan kemudian beribadah dikuburan serta mencari berkah di dalamnya, apa lagi melakukan syaddu rihal, segera bertaubat dan meluruskan kegiatan-kegiatan ibadahnya berdasarkan syari’at Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan ikhlas.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV)




Labels: materi, sujud, syukur, ziarah kubur

Thanks for reading Kapan Melakukan Sujud Syukur buletin edisi 50. Please share...!

0 Comment for "Kapan Melakukan Sujud Syukur buletin edisi 50"

Back To Top